Thursday, September 13, 2007

Membutuhkan Pemimpin Ideal

Oleh USEP HASAN SADIKIN

Pernah saya menyempatkan diri mendatangi satu sekolah dasar (SD) di salah satu daerah (pelosok) di Banten. Seperti biasanya, fisik bangunan SD di daerah-daerah yang jauh dari keramaian kota keadaannya jauh dari kelayakan. Di salah satu ruangan SD itu ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Sesuatu itu adalah sebuah majalah dinding yang isinya belum pernah saya lihat di ruang-ruang kelas sekolah lain. Majalah dinding itu ada di antara majalah dinding lain seperti denah bangku kelas, daftar pelajaran, jadwal piket, peta Indonesia serta petuah-petuah bijak yang bertuliskan "rajin pangkal pandai", "hemat pangkal kaya" dan yang lainnya. Majalah dinding itu berjudul, "Jika Aku Seorang Presiden".

Ternyata majalah dinding itu berisi tulisan anak-anak kelas 5 yang berandai-andai menjadi Presiden Republik Indonesia. Coba simak tulisan anak bernama Humaeroh, jika aku jadi Presiden aku akan: 1. membantu orang miskin; 2. memberantas korupsi; 3. menolong korban banjir, 4. menurunkan harga BBM; dan 5. membasmi teroris. Atau Masturi yang jika dia jadi Presiden ingin: 1. membantu orang yang kesusahan; 2. membangun sekolah yang rusak; 3. menyekolahkan yang ga mampu sekolah; 4. menolong anak yatim; dan 5. menolong orang yang kena bencana alam. Atau tulisan anak yang lain yang ingin membangun jalan, menyumbang panti asuhan, bikin saluran air agar tidak banjir, pasang kabel telepon dan lain-lain.

Tulisan-tulisan tersebut membuat saya tersenyum sekaligus sedih. Tersenyum karena saya bangga. Dibandingkan saya sewaktu sekolah di kelas 5 SD yang hanya memikirkan bermain dan jajan, anak-anak tersebut sudah bisa berandai-andai serta menuliskan harapan dan cita-cita mereka, atau setidaknya guru mereka telah mengarahkan ke hal tersebut. Sedangkan saya sedih, karena apa yang mereka tulis merupakan curahan langsung dari apa yang mereka rasakan. Mereka berada dalam atau dekat dengan (realita) masalah tersebut. Kemiskinan, sekolah rusak, tidak/ putus sekolah dan anak yatim. Kemudian keadaan daerah yang rusak jalannya, tidak ada telepon dan yang lainnya. Ditambah berita-berita yang sering mereka lihat seperti korupsi di mana mereka menjadi korban dari dampaknya. Mungkin mereka masih bisa tersenyum, bermain dan bahagia, tetapi mereka berada dalam lingkaran ketidak sejahteraan.

Ya, harapan dan "andai-andai" mereka merupakan salah satu jawaban dari masalah tersebut. Kita membutuhkan presiden sebagaimana yang mereka harapkan. Kita membutuhkan presiden yang ideal. Atau dengan istilah umum, kita membutuhkan pemimpin ideal. Ideal di sini berarti, mau dan bisa secara optimal menyelesaikan permasalahan yang anak-anak itu tulis. Permasalahan yang begitu nyata di hadapan kita. Kemiskinan, kebodohan, korupsi, fasilitas dan infrastruktur yang tidak memadai, bencana alam, dan yang lainnya. Lalu pertanyaannya, bagaimana kriteria pemimpin ideal itu? Pemimpin yang mau dan bisa secara optimal menyelesaikan permasalahan-permasalahan itu.

Kriteria pemimpin ideal
Banyak defenisi mengenai pemimpin, sepertinya hampir sama banyak dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Di antaranya, pemimpin adalah orang yang secara konsisten memberi kontribusi yang efektif terhadap orde sosial untuk melakukan sesuatu yang diharapkan dan dipersepsikannya (Hosking, 1988). Atau dalam defenisi lain, pemimpin adalah orang yang memberi pengarahan yang berarti terhadap usaha atau kerja kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques, 1990). Pemimpin tidak sama dengan orang(-orang) yang dipimpinnya. Pemimpin mempunyai kriteria yang tidak dimiliki oleh orang yang dipimpinnya.

1. Visioner
Dari dua defenisi pemimpin di atas, kita bisa mendapatkan satu kriteria yang harus dimiliki seorang pemimpin. Kriteria itu adalah visioner. Pemimpin harus mempunyai visi. Pemimpin harus mempunyai pandangan dan impian, mau diapakan dan mau jadi seperti apa orang, komunitas dan/ pemerintahan yang dipimpinnya. Tentu hal ini merupakan satu paket yang di dalamnya terdapat langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai visi tersebut, inilah yang dinamakan misi.

2. Berwawasan
Kriteria berikutnya yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah wawasan yang luas. Agar visi bukan merupakan pandangan dan impian yang kosong dan juga agar visi bisa diterima oleh orang yang akan dipimpinnya, visi harus berangkat dari wawasan. Wawasan di sini meliputi wawasan yang sifatnya lokal dan juga global.
Wawasan lokal berarti, pemimpin mempunyai wawasan seputar siapa dan apa yang akan dipimpinnya. Ini bisa terwujudkan dengan mengakarnya seorang pemimpin. Pemimpin dikenal oleh orang yang (akan) dipimpinya. Pemimpin bisa mengetahui dan memahami serta merumuskan solusi terhadap masalah yang dialami oleh siapa dan apa yang dipimpinnya. Menurut almarhum Pramoedya Ananta Toer, syarat mutlak seorang Presiden adalah memahami geografi dan sosiologi. Artinya, seorang pemimpin harus memahami daerah dan orang-orang yang dipimpinnya.

Sedangkan wawasan global berarti, pemimpin mempunyai wawasan di luar wawasan yang sifatnya lokal. Pemimpin bukan merupakan sosok "katak dalam tempurung". Pemimpin merupakan orang yang kaya pengetahuan dan pengalaman dari berbagai macam tempat dan bidang. Inilah yang dikatakan oleh Amien Rais dengan istilah wawasan yang divergen. Pemimpin seperti ini memiliki banyak rumusan ide dan cara dalam memecahkan masalah, di samping banyaknya jaringan yang akan mendukung dan membantu kepemimpinannya.

3. "1% Visi, 99% Aksi!"
Thomas Alva Edison dalam riwayat hidupnya pernah berkata, "jenius adalah 1% inspirasi, 99% sisanya adalah keringat!". Mungkin inilah motto hidup yang mendorong dia melakukan ribuan kali percobaan dalam menemukan dan membuat lampu pijar. Jika perkataan Edison kita modifikasi menjadi, "keberhasilan adalah 1% visi dan 99% aksi!", mungkin bisa lebih mudah untuk kita dalam menentukan kriteria pemimpin ideal yang berikutnya, yaitu aksi atau tindakan nyata.

Benar, visi atau mempunyai visi merupakan hal penting. Tetapi itu tidak berguna tanpa adanya usaha untuk mewujudkannya. Seorang motivator muda bernama Danang Azis Akbarona berkata, "kita sering bermimpi tetapi kita tidak pernah menuju tahap selanjutnya, take action!". Visi memang penting, tujuan sangat dibutuhkan, tetapi itu hanya 1%. Visi menjadi "omong kosong" tanpa aksi dan usaha yang keras. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang mewujudkan visinya dengan keringat, dengan aksi nyata yang optimal. Dan juga, pemimpin ideal adalah pemimpin yang terbentuk dari (akumulasi) tindakan dan aksi nyata yang memberikan dampak dan perubahan.

Dari sekian banyak kriteria pemimpin, itulah yang menurut saya merupakan kriteria yang paling penting. Kriteria inilah yang menjadi dasar seorang pemimpin untuk bisa menyelesaikan permasalahan seperti korupsi, kemiskinan, sekolah rusak, tidak/ putus sekolah dan anak yatim, fasilitas publik yang rusak dan minim serta masalah yang lainnya. Kriteria pemimpin yang bisa mewujudkan harapan anak-anak kelas 5 SD yang tertulis di majalah dinding ruang kelas. Kriteria pemimpin ideal yang kita butuhkan.

Tetapi idealita tidak lepas dari realita. Bahkan sering idealita bertolak belakang dan berbenturan dengan realita. Mungkin mereka yang memiliki kriteria pemimpin tersebut ada (dan mungkin banyak) di sekitar kita, tetapi mereka selalu terbentur oleh realitas masyarakat yang lengkap dengan kepentingan politiknya. Mereka yang layak menjadi pemimpin biasanya selalu terjegal oleh mereka-mereka yang hanya ingin mendapat "gelar pemimpin". Karena bukan rahasia bila orang yang mempunyai kekuasaaan (uang dan kekuatan) bisa mendapatkan posisi dan menjadi pemimpin.

Realitas itu harus kita lawan. Dengan cara apa? Mungkin banyak cara. Tetapi cara-cara tersebut sepertinya tidak lepas dari cara yang begitu mendasar ini. Cara yang akan memiliki efek luar biasa, yaitu dengan cara menjadikan kita sebagai pemimpin. Pe(/ me)mimpin diri kita sendiri. Jadikanlah diri-diri kita ini menjadi diri yang memiliki kriteria pemimpin. Visioner, berwawasan luas dan berusaha keras. Bukankah Nabi Muhammad menekankan perubahan dengan kalimat, "Ibda' bin nafsik", mulailah dari diri sendiri? Bukankah Abdullah Gymnastiar dengan komunitasnya yang hebat sering mengingatkan akan pentingnya 3M (mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai dari sekarang)? Yakinlah, bahwa untuk membuat pemerintahan yang baik (dengan sistem yang baik), dimulai dengan kualitas individu-individu yang baik. Karena apa? Salah satunya karena kita selalu membutuhkan pemimpin ideal, untuk menuju kondisi yang ideal.

USEP HASAN SADIKIN
koordinator Forum Lintas Batas
penggiat di FORKOMA UI Banten

0 Comments:

Post a Comment

<< Home