Sunday, December 23, 2007

Mahasiswa UI dan Pemanasan Global

Oleh RIMAS KAUTSAR

Semenjak tahun 1960-an para ilmuwan telah membuat sebuah prediksi mengenai akan munculnya suatu bencana global. Disebutkan bahwa sumber-sumber alam dikhawatirkan telah dikonsumsi dalam jumlah yang melampaui batas, sementara polusi merusak keseimbangan ekologis yang menjamin kelestarian alam-Anthony Giddens. Jalan Ketiga: Pembaruan Demokrasi Sosial. Hal. 62. Pembangunan ekonomi berhasil meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Tetapi di sisi lain kemajuan ekonomi yang umumnya berlandaskan pada industrialisasi telah mengikis persediaan sumber daya alam dan merusak lingkungan hidup. Pencemaran udara, tanah dan air, kegaduhan serta kerusakan fisik bumi, merupakan produk sampingan pembangunan ekonomi yang sukar dihindari. Makin cepat laju pertumbuhan ekonomi makin cepat penyusutan sumber daya alam dan makin parah pencemaran lingkungan dan kerusakan bumi-Hananto Sigit. Aspek Lingkungan Dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Dan Dampaknya.

Saat ini, dengan melihat kenyataan yang ada telah muncul berbagai kesadaran dari masyarakat akan bahaya yang mengancam terhadap kelestarian lingkungan hidup sebagai akibat dari aktifitas manusia yang merusak. Salah satu isu yang muncul saat ini yang terkait dengan hal tersebut adalah mengenai pemanasan global (global warming), aktifitas manusia (terutama di bidang perekonomian) yang sedemikian rupa berkembang sejak zaman revolusi industri, telah merubah pola perilaku manusia di dalam pemanfaatan energi dan sumber alam, dulu sebelum era revolusi industri manusia masih mengandalkan tenaga hewan, manusia, dan alam untuk mempermudah aktifitas hidupnya.

Pada masa sebelum revolusi industri manusia dalam menggarap ladang ia membajak ladangnya dengan bantuan sapi atau kuda, untuk memproduksi kain saja masih dikerjakan dengan mengandalkan tangan-tangan manusia, dan bahkan juga memanfaatkan alam, misalnya memanfaatkan tenaga angin untuk menggerakkan kapal layar. Hal ini kemudian berubah saat memasuki era revolusi industri, tenaga hewan, manusia, dan alam banyak digantikan oleh mesin-mesin guna mempermudah manusia di dalam menjalankan aktifitas hidupnya. Sejak saat itu dampak yang timbul adalah mulai digunakannya sumber-sumber daya alam tak terbarukan (seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam) secara besar-besaran untuk digunakan sebagai bahan bakar guna mengggerakkan mesin-mesin tersebut.

Efek positif dari revolusi industri adalah meningkatkan taraf perekonomian manusia karena dengan digunakannya tenaga mesin dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi. Efek negatifnya adalah saat ini terjadi berbagai macam kerusakan lingkungan yang diakibatkan aktifitas perekonomian mulai dari tahap produksi, seperti penambangan, penebangan hutan, polusi hasil buangan pabrik-pabrik, tahap distribusi, seperti penggunaan sarana transportasi kendaraan bermotor yang mengeluarkan polusi, dan juga tahap konsumsi, seperti adanya buangan limbah rumah tangga, pemakaian alat-alat elektrik dan elektronik yang menggunakan energi listrik, dimana energi listriknya diperoleh dari pembangkit-pembangkit listrik.

Aktifitas manusia yang demikian saat ini dianggap sebagai sumber utama terjadinya efek rumah kaca. Efek rumah kaca terjadi di saat sinar ultraviolet dari cahaya matahari yang masuk ke bumi kemudian seharusnya dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar angkasa tertahan oleh zat carbondioksida (CO2) yang ada di lapisan atmosfir bumi, sehingga radiasi dari sinar ultraviolet masih tertahan di permukaan bumi karena tidak dapat terpantul secara sempurna ke angkasa, peristiwa ini kemudian mengakibatkan meningkatnya suhu di permukaan bumi. Dampaknya keseimbangan iklim di bumi terganggu sehingga mengakibatkan berbagai fenomena alam seperti pencairan es-es di kutub, banjir, kebakaran hutan, dan lain-lain. Di sisi lain zat carbondioksida ini sebagian besar berasal dari polusi udara yang dihasilkan dari berbagai aktifitas manusia (terutama di bidang ekonomi yang terindustrialisasi), sedangkan bumi yang sebenarnya dapat menjaga keseimbangan ekologisnya dengan sendirinya, ternyata kemampuan ekologis bumi yang dimiliki untuk menjaga keseimbangannya telah terganggu oleh aktifitas manusia seperti pengrusakan lahan-lahan hutan yang untuk dijadikan hutan tanaman industri (terutama yang dilakukan secara membabibuta dan illegal), padahal seharusnya seharusnya lahan-lahan hutan ini berfungsi sebagai paru-paru dunia karena mampu merubah zat CO2 menjadi 02. Kondisi demikianlah yang saat ini kita pahami sebagai fenomena pemanasan global..

Mahasiswa sebagai kalangan terpelajar karena memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dan tingkat rasionalitas yang tinggi, sudah selayaknya memberikan perhatian dan kepedulian terhadap apa yang terjadi di lingkungannya baik di tingkat lokal maupun global. Ada dua macam perspektif yang dapat digunakan untuk melihat peran mahasiswa, yang pertama dalam perspektif gerakan mahasiswa, mahasiswa memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), dan sebagai calon-calon pemimpin di masa yang akan datang (iron stock). Yang kedua dalam perspektif perguruan tinggi, perguruan tinggi (atau civitas academica, di mana mahasiswa menjadi salah satu bagiannya) memiliki tiga fungsi (tri dharma perguruan tinggi), yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Fungsi-fungsi itulah yang kemudian menjadi tanggung jawab moral bagi mahasiswa di dalam kiprahnya di tengah-tengah masyarakat.

Langkah strategis apa yang dapat diambil oleh mahasiswa UI dalam menunaikan tanggung jawab moralnya tersebut apabila dikaitkan dengan isu pemanasan global tentu akan sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Gerakan mahasiswa UI saat ini tengah dalam proses tranformasi gerakan, dimana terjadi perubahan paradigma bahwa gerakan mahasiswa yang dahulu adalah semata-mata gerakan moral, saat ini tengah ditransformasikan menjadi suatu gerakan moral sosial, artinya secara sederhana gerakan mahasiswa tidak dirumuskan lagi secara reaksioner di dalam mengadapi isu-isu yang berkembang, melainkan secara serius mengamati dan mempelajari isu-isu yang tengah berkembang di masyarakat untuk kemudian secara strategis dapat ditentukan isu manakah yang akan menjadi skala prioritas untuk digarap demi mendapatkan kemaslahatan yang lebih tinggi bagi masyarakat secara umum, sehingga peran gerakan mahasiswa dalam menjalankan fungsinya akan lebih terasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sasaran tembaknya pun mengalami pergeseran, dimana porsi isu-isu yang terkait dengan hak-hak sipil dan politik dikurangi dan porsi isu-isu yang terkait dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya lebih ditingkatkan. Hal ini terjadi dengan melihat realitas bahwa akibat dari reformasi telah membuka kesadaran masayarakat akan pemenuhan hak-hak sipil dan politiknya, namun di sisi lain ternyata sampai dengan saat ini pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masih cenderung diabaikan. Sebagai contoh masyarakat telah memperoleh kebebasan untuk menyampaikan aspirasi-aspirasi politiknya, namun tetap saja di lain pihak tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum tidak meningkat bahkan terkadang cenderung menurun. Apabila diambil benang merahnya, isu kepedulian akan lingkungan hidup dan pemanasan global sangat terkait erat dengan isu pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Namun perlu diingat bahwa hal-hal tersebut di atas memerlukan suatu prasyarat, yaitu peningkatan kompetensi keilmuan dari mahasiswa itu sendiri, karena apabila ditelaah lebih lanjut isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya jauh lebih tinggi tingkat kompleksitasnya dibandingkan dengan isu-isu sipil dan politik.

Universitas Indonesia sebagai suatu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah mencanangkan program Research University sebagai orientasi strategis pengembangan universitas. Mahasiswa UI sudah selayaknya melihat secara kritis dengan kacamata tri dharma perguruan tinggi, karena apabila dilihat celahnya, maka ada suatu keterkaitan yang strategis antara kepentingan gerakan mahasiswa yang menggarap isu lingkungan hidup dan pemanasan global dengan orientasi program Research University yang dikembangkan UI, dalam hal menggarap isu tersebut tentu mahasiswa tidak hanya sekedar bergerak dengan mendengungkan slogan-slogan saja, karena meskipun hal itu penting namun apabila tidak dilakukan suatu tindak lanjut yang nyata maka dengan sendirinya gerakan mahasiswa yang mengangkat isu lingkungan hidup dan pemanasan global akan terhenti langkahnya, mengingat di tengah dinamika yang berkembang di masyarakat terdapat isu-isu lain yang lebih “seksi” untuk diangkat menjadi sasaran tembak gerakan mahasiswa.

Budaya riset (research culture) yang ingin dikembangkan oleh UI, hendaknya dapat dijadikan momentum strategis oleh gerakan mahasiswa UI. Riset-riset yang dilakukan dapat dijadikan sarana efektif untuk meningkatkan kompetensi keilmuan dari mahasiswa UI itu sendiri. Selain itu melalui berbagai riset yang dilakukan, output yang dihasilkan dapat dijadikan materi untuk menganalisa isu-isu lingkungan hidup dan pemanasan global, bahkan juga dapat digunakan untuk menemukan solusi dari permasalahan isu-isu lingkungan hidup dan pemanasan global. Dengan demikian dapat tercipta suatu gerakan mahasiswa UI yang berbasis riset sebagai tindak lanjut yang nyata, guna menyikapi isu-isu lingkungan hidup dan pemanasan global.

Di tengah dinamika masyarakat yang berkembang dan arus globalisasi yang menjadi keniscayaan, gerakan mahasiswa UI tidak perlu bersikap ragu-ragu dan tidak percaya diri dalam menghadapi isu lingkungan hidup dan pemanasan global. Dengan sarana yang cukup memadai saat ini dan momentum yang tengah berjalan di lingkungan Universitas Indonesia, membangun suatu gerakan yang berbasiskan riset dapat menjadi salah satu cara yang efektif yang dapat dilakukan oleh mahasiswa UI guna menjalankan taggung jawab moralnya sebagai mahasiswa. []

RIMAS KAUTSAR

Mahasiswa FH UI

aktivis lintas batas

0 Comments:

Post a Comment

<< Home