Saturday, July 26, 2008

PEMIRA Idol

Oleh USEP HASAN SADIKIN

Tampaknya, salah satu perbedaan nyata dari masa lalu dengan masa kini adalah “kecepatan”. Ya, di masa kini, isi dunia bergerak cepat. Intelektual multi bidang asal Inggris, Anthony Giddens, menyebut sekarang dunia berlari cepat, "run away world". Ada tangan tak kasat mata yang menggerakan kita bergerak cepat, mengejar target-target dalam aktivitas hidup kita. Semua barang atau alat yang mendukung itu serasa harus dimiliki. Segala harus serba instan; makan, minum, proses kerja, hingga mobilisasi. Yang lemot, apalagi menghambat, ditinggalkan.

Beberapa tahun terakhir, hampir di setiap malam kita disuguhi acara televisi berupa referendum populer untuk memilih penyanyi terbaik dengan format pemilihan via pesan pendek (sms) melalui ponsel. Sebut saja Indonesian Idol, AFI dan KDI, atau yang lainnya. Di setiap malam tayangan tersebut, terjadi pemilihan cepat yang melibatkan penonton tanah air. Dalam hitungan menit, Sang Idola, bisa diketahui.

PEMILU 2008, tinggal menghitung bulan. Genderang kampanye telah bergema. Ini Pemilu ke-3 setelah gelombang reformasi 1998. Entah (malas saya menghitungnya) yang keberapa semenjak negara ini merdeka-berdiri. Yang pasti, secara umum, format penyelenggaraannya sama saja: kampanye di lapangan atau gedung, pawai dan arak-arakan di jalanan, tempel dan pasang sana-sini gambar calon (spanduk, poster, stiker dll.), pendirian TPS, pemilihan, perhitungan suara di setiap TPS –kemudian digabung di penyelengara pusat, dan menunggu hasil sampai berhari-hari. Terasa lama, menguras tenaga dan dana.

Saya membayangkan, kita bisa memilih presiden sebagaimana kita memilih idol dalam referendum populer memilih penyanyi terbaik. Kita tinggal sedikit menggerakan jari kita untuk menekan tombol ponsel, mengirimkan pesan pada siapa kita menjatuhkan pilihan. Lalu, beberapa menit kemudian, Presiden RI yang baru telah terpilih. Kita tak perlu datang ke TPS. Kita tak perlu berlama-lama menunggu hasil pemilihan. Semuanya serba cepat.

Kampanye pun tak perlu menggunakan waktu, tenaga dan biaya yang banyak. Kita tak perlu kampanye di lapangan atau gedung yang mengorbankan waktu aktivitas banyak orang. Kita tak perlu pawai dan arak-arakan di jalanan yang membuat macet serta hadirkan polusi udara. Kita tak perlu pasang dan tempel sana-sini gambar kandidat yang mengotori wajah kota/daerah. Kampanye cukup dengan mengirimkan informasi para kandidiat seputar visi-misi, program, biografi dan lain-lain, ke kotak e-mail para konstituen.

Saya tak tahu kapan semua hal tersebut bisa dilakukan. Yang pasti, perlu kondisi yang jauh lebih maju dari kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini. Jangankan memiliki hand phone, komputer ataupun e-mail, penduduk Indonesia masih banyak yang berpendidikan rendah atau pun yang buta huruf. Jaringan telepon dan internet pun belum cukup merata.

Tapi bagaimana bila konsep cepat pemilihan idol diterapkan di kampus? Di kampus Universitas Indonesia, dari kegiatan lembaga mahasiswanya, ada rutinitas tahunan bernama PEMIRA (Pemilihan Raya) UI. PEMIRA UI merupakan bentuk penyelenggaraan pemilihan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (dll.), tingkat (kamspus) UI dan tingkat fakultas. Bagaimana kalo pemilihan via sms diterapkan dalam PEMIRA UI?

Kita tahu bahwa, Universitas Indonesia berbeda dengan Indonesia secara umum. Jika penduduk Indonesia masih banyak yang berpendidikan rendah atau buta huruf, UI dihuni oleh insan akademis yang terdiri dari banyak mahasiswa dan dosen. Komputer dan internet pun menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam beberapa kegiatan kampus. Jika penduduk Indonesia secara umum banyak yang tidak memiliki hand phone, mahasiswa UI sudah menjadikan hand phone sebagai “pendamping setia” dalam menjalankan aktivitasnya.

Jika PEMIRA UI mengadopsi sistem pemilihan idol penyanyi terbaik, kita tidak perlu menyita banyak waktu yang memungkinkan pengorbanan terhadap aktivitas kuliah kita. Kampanye juga tak perlu memakai tenaga dan waktu banyak, cukup mengirimkan informasi kandidat ke kotak e-mail atau sms ke mahasiswa UI. Tak perlu lagi ada bilik suara. Tak perlu lagi ada panitia yang menunggui kotak suara berjam-jam. Mahasiswa tinggal memencet tombol hand phone, dalam beberapa menit, Ketua BEM sudah terpilih.

Namun sayangnya, PEMIRA UI beberapa tahun belakangan ini terasa hambar. Jelasnya PEMIRA UI tidak lebih menarik dari pemilihan idol penyanyi terbaik. Kemasan kampanye PEMIRA UI sudah tidak diminati mahasiswa UI secara umum, bahkan ada kesan hanya diselenggarakan, dikampanyekan, dipilih oleh (dan untuk mempertahankan hegemoni) komunitas tertentu saja. PEMIRA UI pun sudah tidak dipandang lagi sebagai suatu harapan perubahan. PEMIRA UI hanya dianggap sebagai rutinitas tahunan pergantian kepengurusan yang dianggap tidak berdampak pada dinamika ataupun kebijakan kampus. PEMIRA UI tidak berpengaruh langsung pada tiap-tiap individu mahasiswa. Ditambah dengan ketatnya jadwal kuliah yang menyebabkan banyak mahasiswa menjadi kurang peduli dengan keadaan di sekitarnya. Karena semua itu, sulit rasanya mengajak mahasiswa UI untuk mengeluarkan pulsanya sebagai bentuk partisipasi pemilihan Ketua BEM.

Rasanya kita perlu belajar dari Indonesian Idol, AFI dan KDI. Belajar agar PEMIRA UI bisa lebih semarak, menarik, menghibur dan berlangsung cepat di setiap pemilihan idolanya.

Saya membayangkan di suatu hari, semua mahasiswa UI datang berbondong-bondong ingin menyaksikan, memahami dan mengkritisi para kandidat ketua BEM di Balairung UI. Di dalam Balairung UI, para kandidat mengkampayekan visi-misi dan program kerjanya untuk satu masa kepengurusan. Kampanye diselingi dengan berbagai macam hiburan yang melibatkan ragam civitas UI, disertai kemasan yang semarak dan menarik. Puncaknya, berdasarkan pemahaman yang didapat melalui e-mail dan kampanye, semua mahasiswa memilih kandidat ketua BEM yang dianggapnya baik dan pantas menjadi wakil mahasiswa. Tinggal menuggu beberapa menit, ketua BEM sebagai Sang Idola mahasiswa terpilih. Tak perlu lama-lama lah, karena kini dunia menggerakan semua isinya untuk bergerak cepat. []

USEP HASAN SADIKIN

Mahasiswa Geografi FMIPA UI

koordinator Forum Lintas Batas


http://sumaui.or.id/?pilih=lihat&id=430

2 Comments:

Blogger Weber N-Seventy said...

aku pikir yang instan itu tidak baik untuk suatu pemilihan seperti menggunakan sms, sebab resiko manifulatifnya sangat tinggi, kalau seperti mas usep contohkan melalui pemilihan kontestan seperti Idol, apakah pemenang Idol itu orang yang bersuara bagus ???, belum tentukan ??!! karena bisa aja keluarga atau Fansnya yang punya uang banyak berbuat curang, Memang aku akui, dari segi waktu, dana ini sangat menghemat. Jadi menurut saya kalau dalam konteks pemira tetaplah di gunakan semacam bentuk pemilihan langsung, karena hal ini sangat jelas sekali, tau siapa orang yang berhak memilih namun kalau bisa lebih di kemas dengan menarik bukan secara asal-asalan seperti selama ini. Salam....

7:20 PM  
Anonymous Anonymous said...

saya kira, kita memang berada di sebuah dunia yang serba cepat. Terkadang terpikir oleh kita sebuah pertanyaan; apakah di dunia yang 'menyambar' seperti ini kita tidak perlu lagi merenungkan dan mengendapkan hakkekat-hakekat makna kehidupan dalam binglai filsafat?

saya kira, jawabannya adalah bahwa bahkan dalam pertanyaan itu kita tetap tak bisa sepenuhnya melepaskan diri dari filsafat.

saya kira, justru di tengah dunia yang demikian cepat inilah filsfat menemukan tantangan terberatnya.

saya kira, cepat atau lambat dunia ini bergerak tidak ada alasan bagi kita untuk tidak terus membaca, memikirkan segalanya, untuk setia merawat pertanyaan.

mungkin memang sudah takdir bagi para pemikir, orang-orang yang selalu diberi anugerah kegelisahan, untuk selalu terkutuk sendiria. pemikir memang bukanlah cacing yang hanya merambat di sekitar itu-itu saja.dunia yang dilihatnya adalah dunia yang hanya sejengkal kaki. pemikir memang selalu seekor elang.dia selalu terbang tinggi dan ingin melihat semuanya. semakin jauh dan semakin tinggi dia dari bumi semakin gelisahlah jiwanya. semakin ke langit semakin sendirilah ia. yah, eagle always flies alone!

selamat berjuang kawan. di jalan sunyi ini mungkin tak kita dapatkan apa-apa.tapi, apakah selalu harus ada alasan?

salam,
tauf

4:23 AM  

Post a Comment

<< Home