Monday, October 02, 2006

Menggugat Eksistensi Pemuda

Oleh EKI RIDLO N

Kaum muda selalu saja menempati sebuah posisi yang strategis, karena keberadaannya selalu diperhitungkan dan menjadi harapan serta tumpuan bagi proses peradaban umat manusia. Tidak hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa depan sebuah bangsa, yang menginginkan kebermartabatan, keadilan dan kemakmuran serta cita-cita yang luhur untuk kemanusiaan.

Indonesia sebagai bangsa yang besar, merasakan kehadiran pemuda dalam setiap nafas dan kehidupan rakyat Indonesia. Bagaimana peran pemuda di zaman penjajahan memberikan makna, kesan dan ingatan yang sungguh mendalam dan sangat berarti saat itu, dengan penyatuan visi kebangsaannya secara universal dalam bingkai dan semangat nasionalisme. Betapa besar potensi dan eksistensinya dalam menggerakkan dan menggelorakan spirit nasionalisme rakyat kita. Menginginkan kemerdekaan sejati untuk terlepas dari belenggu kenistaan, keterbelakangan dan pembodohan atas cengkraman penjajah rezim kolonial yang bukan saja merugikan dan merendahkan harkat dan martabat manusia di bumi pertiwi ini namun juga menghempaskan nilai-nilai sisi kemanusiaan yang sangat dijunjung tinggi dan dihormati bangsa-bangsa di dunia.

Hal tersebut cukup membuktikan geliat kaum muda, yang hingga saat ini masih terus dan tetap membara dalam setiap perubahan zaman. Pengalaman sejarah bangsa akan terus dipenuhi oleh jiwa semangat pembaharu, sebagai direct of change, moral force dan iron stock yang merupakan predikat yang dimiliki kaum muda yang takkan hilang ditelan zaman. Menghantarkan peradaban manusia kepada nilai-nilai hakiki kemanusiaan yang tidak bisa dinilai oleh sekedar materi dan lingkaran kekuasaan. Di era kolonial, pemuda memiliki tekad dan kemampuan keras agar terbebas dari penjajahan. Di tahun-tahun revolusi, pemuda menjadi pelopor terbentuknya negara Indonesia. Di pergantian rezim apapun, pemuda selalu menyertai dan mewarnai dinamika politik bangsa ini. Dan di era reformasi yang sekarang kita rasakan tidak bisa dilepaskan dari eksistensi kaum muda (mahasiswa).

Pengalaman itu mungkin saja akan terus disuarakan dan dikumandangkan oleh pemuda, sebagai gerak motivasi perjuangan dalam melawan setiap bentuk kesewenang-wenangan penguasa yang tiranik terhadap rakyat yang masih terjebak dalam kelaparan dan kemiskinan. Motivasi ini tumbuh dan berkembang sejalan dengan realitas dan perjalanan sosial historis anak bangsa.

Kecendrungan pandangan kaum muda yang selalu bergerak dan berpihak pada kaum terpinggirkan (mustadh'afin) itu akan terus menyirami spirit dan naluri perjuangannya dalam aneka persoalan kehidupan. Ketidakadilan sosial dan pembodohan masyarakat di dalam sistem yang dikendalikan oleh penguasa korup senantiasa terus digugat dan dikritisi secara masif dan progresif. Semuanya tidak lain untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat serta perbaikan sistem secara adil.

Secara politik, posisi kaum muda dihadirkan pada pihak oposan, pihak yang mengkritisi setiap kebijakan yang dinilai menyengsarakan rakyat. Revolusi kemerdekaan yang jelas perjuangannya untuk memperebutkan hak bangsa secara mandiri dari penjajah ataupun di setiap pergantian rezim yang melepaskan belenggu penindasan penguasa dari ketidakadilan juga dalam perguliran (reformasi) yang merupakan peralihan rezim, penegakan supremasi sipil dan hukum maupun kesejahteraan masyarakat adalah bagian dari torehan perjuangan kaum muda.

Sebagai sarana penyaluran aktivitas kepemudaan dibutuhkan kelembagaan/ institusi yang mampu memberi bentuk atas ruh semangat itu. Kaum muda dari kalangan intelektual, mahasiswa, kaum-kaum terpelajar berperan sebagai sumbu setiap aktivitasnya. Predikat sebagai generasi penerus (iron stock) bangsa tentu tidak mudah bagi mereka. Saat ini kehadirannya diharapkan memberi solusi atas permasalahan bangsa yang semakin kompleks. Kita lihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, yang dinilai hanya berorientasi kepada kepentingan jangka pendek, tidak memberi jaminan kesejahteraan sosial dan rasa aman serta bersifat pragmatis. Pemuda hadir dan berada pada garda terdepan dalam menyikapi dan mengkritisinya. Kondisi budaya yang mapan dan mengakar di masyarakat yang bersifat patriarkhi, monolitik, kaku dan korup mereka lawan untuk menciptakan budaya yang demokratis, inklusif dan pluralis.

Idealisme pemuda yang tercipta dari sebuah lingkungan akademis dan intelektual turut menumbuhkan pemikiran yang jernih dan lepas dari kepentingan-kepentingan kelompok serta menjadikan kemandirian sikap dan tindakan yang tidak terpengaruh oleh kemauan ataupun hasrat untuk masuk dan terjerat dalam lingkaran kekuasaan.Optimismenya membangkitkan dan memberi pengharapan yang pasti. Pengetahuannya memberikan pencerahan dan pemahaman yang substansial akan persoalan yang dihadapi rakyat.

Tetapi banyak sebagian dari mereka yang terombang-ambing di tengah hempasan arus modernisasi yang ditandai oleh budaya hidup dalam kesenangan sesaat (hedonisme), pola hidup instan dan ingin meningkatkan tingkat dan status ekonominya, yang kesemuanya itu merontokan nilai-nilai idealisme dan menggunakan cara pandang sempit dan segalanya selalu diukur di atas materi.

Sungguh ironis, di satu sisi kesulitan-kesulitan yang mendera rakyat kecil yang belum tertangani dan pemuda diharapkan kehadirannya minimal keberpihakan terhadap kaum miskin yang lemah, disisi lain mereka menodai pengharapan rakyat dengan berperilaku hedonis, berpola hidup instan, dan pragmatis serta haus terhadap kekuasaan, demi meneguk kepuasan materiil. Hal ini kemudian seakan peran dan eksistensi pemuda tercabut dari prinsip dan nilai dasarnya yang seharusnya mereka pegang teguh. Bukan tanpa alasan, ketika pemuda yang seharusnya menjadi lokomotif perubahan dan perjuangan rakyat dalam membebaskan belenggu keterbelakangan di setiap sisi kehidupan seolah menandakan terkikisnya daya kritis, matinya daya dobrak inteleknya yang pada akhirnya mengarah kepada kecenderungan bersikap oportunis, lunak dan arogan.

Dinamika kehidupan pemuda dalam eksistensinya, menyuguhkan berbagai pertentangan ideologi, egoisme kelompok, klaim-klaim kebenaran yang dianutnya. Hal yang kemudian menjadi jurang pemisah yang tajam serta tersegmentasinya pergerakan kaum muda dan mahasiwa dalam menyuarakan kepentingan rakyatnya. Saatnya pemuda harus mengembalikan citranya sebagai direct of change, moral force dan iron stock yang lebih berpihak pada kaum lemah terpinggirkan, agar mereka terus eksis, disegani setiap generasi dan didambakan masyarakat bahkan diperhitungkan oleh penguasa. Menancapkan kembali daya kritis, intelektualnya dalam mewujudkan masyarakat madani, sejahtera, adil dan makmur. []

EKI RIDLO N
aktivis lintas batas
Mahasiswa FISIP UNTIRTA

0 Comments:

Post a Comment

<< Home